Latest Entries »

MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM

DI INDONESIA

 
A.     
Pendahuluan

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangfsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal pendidikan Islam dimulai dari kontak pribadi maupun kolektif antara muballig (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim terbentuk di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun lembaga pendidikan (mesjid). Masjid difungsikan sebagai tempat nibadah sekaligus tempat berlangsungnya pendidikan Islam yang pertama muncul di samping tempat kediaman ulama atau muballig. Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendiidkan Islam lainnya seperti pesantren di Jawa, rangkang, dayah di Aceh dan surau di sumatera Barat.

B.       Masuk dan Berkembangnya Islam

Di Indonesia

 

Masuknya Islam ke Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Keunikannya terlihat pada proses masuknya Islam ke Indonesia yang relatif berbeda dengan daerah lain. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan muballig. Sedangkan Islam yang masuk ke daerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukkan, seperti masuknya Islam ke Irak, Iran, Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.

Terdapat  beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia, terutama berkenaan dengan waktu datangnya, negeri asalnya dan pembawanya. Sarjana Belanda kebanyakan berpendapat bahwa kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari India, di antara sarjana tersebut adalah Pijnappel dari Universitas Leiden, Moquette, Snouck Hurgronje. Menurut Hurgronje, abad ke-12 adalah periode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara.

Menurut beberapa sumber sejarah dijelaskan bahwa Selat Malaka sebagai rute perdagangan yang telah lama dikenal, sebagai salah satu jalur perdagangan dari dunia Timur ke Barat di samping jalan darat. Pada abad ke-7 dan 8, pada saat kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya, selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Timur. Sejalan dengan penjelasan di atas, di Medan pada tahun 1963, dan di Kuala Simpang di Aceh pada tahun 1980 telah dilaksanakan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia. Kedua seminar tersebut telah sepakat menyatakan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah langsung dari Arab.[1]

Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tempat adalah melalui proses yang panjang yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya da’i. Masyarakat tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam di Nusantara, seperti kerajaan Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya.

Hajsmy menjelaskan bahwa kerajaan Islam tertua di Nusantara adalah Perlak yang berdiri pada 1 Muharram 225H (840M) dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Alauddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah. Hasjmy melandasi pendapatnya itu berdasarkan naskah-naskah kuno yakni kitab Idharul Haqq karangan Abu Ishak Makarany al Fasy, dan kitab Tazkiroh Jumu’ Sulthan al Salathin karangan Syekh Syamsul Bahri al Asyi, dan kitab silsilah raja-raja Perlak dan Pasay.

Tumbuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara ini jelas sangat berpengalaman sekali bagi proses islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik digabungkan dengan semangat para muballig yang mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.[2]

 

  1. C.      Kehidupan Bangsa Indonesia Sebelum Datangnya Islam

Menurut ahli etnologi, asal-usul keturunan bangsa Indonesia dari bangsa Austronesia dari Hindia-Belanda. Sekarang termasuk daerah Thailand, Birma, Kamboja, Laos, Khmer, dan Toncin.

Kehidupan penduduk bangsa Indonesia pada waktu itu masih tergantung pada alam. Mereka berpindah dari tempat satu ke tempat lain untuk mencari makanan sehingga menyebarlah penduduk Indonesia di seluruh pulau, di antaranya Kalimantan, Sumatera dan Jawa.

Nama Indonesia pertama-tama disebutkan oleh orang Inggris yang bernama Richard Kgan, ia menyebut Indonesia dengan maksud memberi sinonim bagi istilah India atau kumpulan Indonesia.

Sebelum agama Islam datang, bangsa Indonesia sudah memeluk bermacam-macam kepercayaan dan agama. Kepercayaan itu disebut animisme dan dinamisme sedangkan agamanya adalah Hindu dan Budha.[3]


D.     
Masuknya Islam Ke Indonesia

Kedatangan Islam ke Indonesia umumnya dihubungkan dengan masalah perdagangan dan pelayaran. Hubungan pelayaran dan perdagangan antara bangsa-bangsa yang mendiami Asia, baik bagian Barat, Timur maupun bagian Tenggara, sudah ada sejak abad pertama Masehi.

Dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia mudah dikenal oleh bangsa-bangsa lain, khususnya oleh bangsa di Timur Tengah dan Timur Jauh, yaitu:

  1. Faktor letak geografis yang strategis, yaitu Indonesia berada di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan Timur Tengah, Tiongkok, melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan Australia.
  2. Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain. Misalnya, rempah-rempah.

Mukti Ali mengatkan bahwa suksesnya penyiaran Islam di Indonesia, selain karena ajaran-ajaran Islam itu gampang dimengerti, juga karena kesanggupan pembawa Islam dalam memberikan konsekuensi terhadap yang ada dan hidup dalam masyarakat. Sementara itu, Fachry Ali dan Bachtiar Effendy menguraikan tiga faktor utama yang mempercepat proses penyebaran Islam di Indonesia.[4]

  1. Ajaran Islam melaksanakan prinsip ketauhidan dalam sistem Ketuhanannya, suatu prinsip yang secara tegas menekankan ajaran untuk mempercayai Tuhan Yang Maha Tunggal.
  2. Daya lentur (fleksibelitas) ajaran Islam, dalam pengertian bahwa ia merupakan kondifikasi nilai-nilai yang universal.
  3. Islam oleh Indonesia dianggap suatu institusi yang amat dominan untuk menghadapi dan melawan ekspansi pengaruh Barat melalui kekuasaan-kekuasaan bangsa Portugis dan Belanda yang me-ngobarkan penjajahan dan penyebaran agama Kristen.


E.      
Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam tersebut pada dasarnya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat Islam pada masa itu dan pada masa yang akan datang yang dianggap sebagai need of life. Usaha yang dimiliki apabila kita teliti dan perhatikan lebih mendalam merupakan upaya untuk melaksanakan isi kandungan al-Qur’an terutama yang tertuang pada surah al-‘Alaq ayat 1-5 sebagaimana Islam itu mula-mula diterima Nabi Muhammad SAW. melalui Malaikat Jibril di Gua Hira. Ini merupakan salah satu contoh dari operasi-onalisasi penyampaian dari pendidikan tersebut.[5]

Periode pembahasan tentang lintasan atau periode sejarah pendidikan Islam, sebagai berikut:

1)      Periode pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW. lebih kurang 23 tahun semenjak beliau menerima wahyu pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafat.

2)      Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. sampai dengan akhir kekuasaan Bani Umayyah, yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa di luar bangsa Arab dan berkembangnya ilmu-ilmu naqli.

3)      Periode kejayaan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak permulaan Daulah Bani Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota Baghdad yang diwarnai dengan berkembangnya secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam serta mencapai puncak kejayaan.

4)      Tahap kemunduran pendidikan Islam, yang berlangsung sejak jatuhnya kota Baghdad sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon Bonaparte sekitar abad ke-13M yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia Barat.

5)      Tahap pembaruan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon Bonaparte di akhir abad ke-18M sampai sekarang ini, yang ditandai dengan masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari dunia Barat ke dunia Islam.[6]


F.      
Lembaga Pendidikan Islam Awal di Indonesia

 

Pada tahap awal pendidikan Islam itu berlangsung secara formal, para muballig banyak memberikan contoh teladan dalam sikap kehidupan mereka sehari-hari. Para muballig itu menunjukkan akhlakul karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam dan mencontoh perilaku mereka.

Setelah masyarakat muslim di suatu daerah terbentuk, maka yang menjadi perhatian mereka buat pertama sekali adalah mendirikan rumah ibadah (masjid, langgar atau musalla). Apa sebab? Karena kaum muslimin itu diwajibkan untuk salat lima waktu sehari semalam dan sangat dianjurkan untuk berjama’ah.

Di dalam sejarah Islam sejak zaman Nabi Muhammad telah difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat pendidikan. Rasul menjadikan Masjid Nabawi untuk melangsungkan proses pendidikan di dalamnya. Perbuatan beliau ini ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau, baik hanya khulafaur rasyidin maupun khalifah-khalifah Bani Umayyah, Abbasiyah dan sebagainya. Dengan demikian, masjid berfungsi sebagai tempat pendidikan adalah merupakan suatu keharusan di kalangan masyarakat muslim.[7]

Ada beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia, antara lain:[8]

1)      Masjid dan langgar

2)      Pesantren (Jawa)

3)      Meunasah, rangkang dan dayah (Aceh)

4)      Surau (Minangkabau)


G.     
Teori tentang Masuknya Islam ke Indonesia

Adapun mengenai cara dan pembawa agam Islam ke Indonesia pada masa permulaan, para pengamat sejarah berbeda pendapat. Ahmad Mansyur Suryanegara menguraikan tiga teori tentang masuknya agama Islam ke Indonesia, yaitu:[9]

1)      Teori Gujarat

Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan;

  • Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara.
  • Hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin.
  • Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera dengan Gujarat

2)      Teori Mekkah

Hamka menolak pandangan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dan berasal dari Gujarat. Pernyataan ini disampaikan dalam ”Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam ke Indonesia” di Medan , 17-20 Maret 1963.

Beliau lebih mendasarkan pandangan pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia, pada abad ke-7. Adapun Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, Mekkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam.[10]

3)      Teori Persia

P.A. Hoesein Djajadiningrat adalah pembangun teori Persia di Indonesia. Teori Persia menitikberatkan tinjauannya pada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia.

Kesamaan kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia, antara lain;

  • Peringatan 10 Muharram atau ‘Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah atas kematian syahidnya Husain.
  • Adanya kesamaan ajaran Syaikh Siti Jenar dengan ajaran sufi Iran, al-Hallaj.
  • Sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian al-Qur’an tingkat awal;

Bahasa Iran                         Bahasa Arab

–    Jabar – zabar                    – Fathah

–    Jer – zeer                         – Kasrah

–    P’es – py’es                     – Dhammah


H.     
Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan (1945-1965)

 

Penyelengaraan pendidikan agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa:[11]

“Madrasah dan peasntren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.”

 

Sementara itu, bila membicarakan organisasi Islam dan kegiatan pendidikan, sudah tentu tidak bisa terlepas dari membicarakan bentuk, sistem dan cita-cita bangsa Indonesia yang sekian lama. Dasar negara ayang telah disepakati bersama saat mendirikan negara adalah Pancasila, yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Inilah yang dijadikan pangkal tolak pengelolaan negara dalam membangun bangsa Indonesia.

Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan instruksi umum yang isinya memrintahkan pada semua kepala-kepala sekolah dan guru-guru, yaitu:

1)      Mengibarkan Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah.

2)      Melagukan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

3)      Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimayago, lagu kebangsaan Jepang.

4)      Menghapuskan pelajaran Bahasa Jepang, serta segala ucapan yang berasal dariu pemerintah Bala Tentara Jepang.

5)      Memberi semangat kebangsaan kepada murid-muridnya.[12]
I.         Akselerasi Perkembangan Islam pada Umumnya

 

Pengembangan dan penyiaran agama Islam termasuk paling dinamis dan cepat dibandingkan agama-agama lainnya. Hal tersebut diukur dengan waktu yang sebanding. Catatan sejarah telah membuktikan bahwa Islam dalam waktu 23 tahun dari kelahirannya sudah menjadi tuan di negerinya sendiri, yaitu Jazirah Arabia. Pada zaman khalifah Umar bin Khathab, Islam telah masuk secara potensial di Syam, Palestina, Mesir dan Irak. Pada zaman Usman bin Affan, Islam telah masuk di negeri-negeri bagian Timur sampai Tiongkok dibawa oleh para pedagang zaman dinasti Tang. Kesimpulannya ialah bahwa dalam waktu kurang lebih satu abad dari kelahirannya, Islam telah jauh tersebar sampai ke Tiongkok, Afrika bagian Utara, Asia kecil dan Asia bagian Utara (lembah sungai Eufret dan Tigris).

Akselerasi dan dinamika penyebaran Islam tersebut disebabkan adanya faktor-faktor  khusus yang dimiliki oleh Islam pada periode permulannya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1)      Faktor ajran Islam itu sendiri.

2)      Faktor tempat kelahiran Islam, yaitu Jazirah Arabia;

a)      Jazirah Arabia lokasinya sangat strategis, yaitu di tengah persimpangan antara Benua Afrika, Asia bagian Utara dan Timur.

b)      Arabia itu disebut jazirah (pulau).[13]

DAFTAR PUSTAKA

 

Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:  Putra Grafika, 2007

Rukiati, Enung K. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2006

Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008

 


[1] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm 11.

[2] Ibid, hlm 14.

[3] Enung K. Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 19

[4] Ibid., hlm. 347

[5] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:  Putra Grafika, 2007), hlm. 345

[6] Ibid, hlm.16

[7] Haidar Putra Daulay, Op.Cit., hlm. 19

[8] Ibid., hlm. 23

[9] Enung K. Rukiati, Op.Cit., hlm. 22

[10] Ibid, hlm. 26

[11] Samsul Nizar, Op.Cit., hlm. 350

[12] Ibid., hlm. 352

[13] Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 127

 

TEKNIK PENGELOLAAN KELAS

 A.      Pengertian Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak pernah ditinggalkan. Guru selalu mengelola ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas maksudnya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondosif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran yang efektif dan efisien.

Pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh siapapun juga yang menunjukkan dirinya ke dalam dunia pendidikan, maka penting untuk mengetahui pengertian pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas terbagi dua kata yaitu: pengelolaan dan kelas, pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola” ditambah awalan pe- dan akhiran an-. Istilah lain pengelolaan adalah “menejemen” yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.

Sedangkan “kelas” menurut Oemar Namanik (1987:311) adalah : suatu kelompok orang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru, menurut Suharsimi Arikunto (1988:17) pengertian umum “kelas” adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.[1]

 
B.      
Pengertian Teknik Pengelolaan Kelas

Teknik-teknik pengelolaan kelas dapat digolongkan ke dalam teknik preventif dan teknik kuratif. Teknik preventif adalah teknik untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Sedangkan teknik kuratif adalah teknik untuk mengurangi tingkah laku siswa yang mengganggu kegiatan kegiatan belajar mengajar.

Teknik-teknik tersebut sekaligus merupakan komponen-komponen keterampilan mengelola kelas :

a.    Teknik Preventif

Yang dapat digolongkan ke dalam teknik preventif adalah :

1)         Sikap terbuka.

2)         Sikap menerima dan menghargai.

3)         Sikap empati.

4)         Sikap demokratis.

5)         Mengarahkan siswa pada tujuan kelompok.

6)         Menghasilkan antara kelempok yang disepakati siswa.

7)         Mengusahakan siswa.

8)         Memperjelas komunikasi.

9)         Menunjukkan kehadiran.

b.    Teknik Kuratif

Yang dapat digolongkan ke dalam teknik kuratif :

1)         Penguatan negatif.

2)         Penghapusan.

3)         Hukuman.

4)         Membicarakan.

5)         Bersikap masa bodoh terhadap pembelajaran.

6)        Memberikan tugas yang bernilai menunjukkan tongkah laku yang menguasai.

7)        Memberikan tugas yang memerlukan keberanian siswa menunjukkan tingkah laku menguasai.

8)        Memberikan tugas yang menuntut kekuatan fisik bagi siswa yang menunjukkan menguasai.

9)        Tidak menyalahkan siswa secara langsung menunjukkan segi-segi keberhasikan ( bagi siswa yang menunjukkan tingkah laku ketidak mampuan.

10)    Tidak memberikan respon ekspresi wajah tetap bagi siswa yang menunjukkan tingkah laku membalas mendendam.

11)    Mendorong partisipasi.

12)    Memeratakan partisipasi.

13)    Mengurangi ketegangan.

14)    Mengatasi pertentangan antar pribadi atau antar kelompak.[2]


C.     
Tujuan Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan, karena ada tujuan itulah guru selalu berusaha mengelola kelas walaupun terkadang kelelahan fisik maupun fikiran dirasakan. Guru sadar tanpa mengelola kelas yang baik maka akan menghambat kegiatan belajar mengajarnya, itu sama saja membiarkan jalannya pengajaran tanpa memmembuka hasil yaitu mengantarkan anak didik dari tidak berilmu menjadi berilmu.

Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan, secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah :

“Penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas, fasilitas yang ddisediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa.”

Menurut Suharsimi Arikunto (1988:68) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera  tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.[3]


D.     
Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas

Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan perilaku anak didik adalah :

1)        Kurang kesatuan misalnya dengan adanya kelompok-kelompok klik-klik dan pertentangan jenis kelamin.

2)        Tidak ada standar prilaku dalam bekerja kelompok. Misalnya : ribut, bercakap-cakap, pergi ke ana kemari, dan sebagainya.

3)        Reaksi negatif terhadap anggota dalam bekerja kelompok, misalnya: ribut, bermusuhan, mengucilkan dan merendahkan kelompok bodoh.

4)        Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannnya, menerima, mendorong perilaku anak didik yang keliru.

5)        Mudah mereaksi ke hal-hal negatif/ terganggu, misalnya: bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.

6)        Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya: dalam lembaga yang alat-alat belajarnya kurang, kekurangan uang, dan lain-lain.

7)        Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru dan sebagainya.[4]


E.      
Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas

Sebagai pekerja profesional, seorang guru harus mendalami kerangka acuan pendekatan-pendekatan kelas, sebab dalam penggunaannya ia harus terlebih dahulu meyakinkan bahwa pendekatan yang dipilihnya untuk menangani suatu kasus pengelolaan kelas merupakan alternatif yang baik sesuai dengan hakikat masalahnya. Artinya, seorang guru terlebih dahulu harus menetepkan bahwa penggunaan sesuatu pendekatan sangat cocok dengan hakikat  masalah yang ingin diatangulangi. Dan sebaiknya seorang guru tidak hanya mengelola kelas saja atau seorang guru tidak akan berhasil baik setiap kali menangani  kasus kelas. Namun guru yang profesional harus mengelola kelas dengan sebaik mungkin. Bila guru gagal mengelola kelas pada tahap pertama, maka  guru masuh bisa melakukan analisa ulang terhadap situasi dengan melakukan pendekatan yang kedua, dan seterusnya.[5]

Dalam buku lain diterangkan macam-macam pendekatan pengelolaan kelas, yaitu:

1)      Pendekatan kekuasaan,

2)      Pendekatan kebebasan,

3)      Pendekatan keseimbangan peran,

4)      Pendekatan pelajaran, dan

5)      Pendekatan suasana emosi dan sosial.[6]


F.      
Keterampilan Pengelolaan Kelas

Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru menciptakan  dan memelihara kondisi belajar yang optimal mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi edukatif. Dan setiap guru yang masuk ke dalam kelas, maka pada saat itu pula ia menghadapi dua masalah pokok, yaitu masalah pengajaran dan masalah pengajaran dan masalah manajemen. Masalah pengajaran adalah usaha untuk membantu anak didik dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung, sedangkan masalah manajemen untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa, sehingga proses interaksi edukatif dapat berlangsung secara efektif dan efisien.[7]

Beberapa prinsip-prinsip penggunaan keterampilan pengelolaan kelas, antara lain:

1)      Kehangatan dan keantusiasan

Kehangatan dan keantusiasan guru dapat memudahkan terciptanya iklim kelas, begitu juga juga dengan disiplinnya peserta didik akan memudahkan dalam menerima pelajaran yang disajikan seorang guru.

2)      Tantangan

Penggunaan tantangan atau kata-kata kan meningkatkan gairah siswa untuk belajar ssehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.

3)      Bervariasi

Penggunaan alat atau media, gaya dan interaksi belajar-mengajar yang bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan kelas yang kondusif. Dengan adanya variasi menghindari kejenuhan para peserta didik dalam prosse pembelajaran.

4)      Penekanan pada hal-hal yang positif

Pada dasarnya, mengajar dan mendidik menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan hal-hal yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik  yang positif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalnnya proses interaksi edukatif.

5)      Penekanan disiplin diri

Tujuan dan akhir pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri, karena itu guru sebaiknya memotivasi anak didiknya untuk melaksanakan disiplin diri dan menjadi teladan.[8]


G.     
Kesimpulan

 

Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak pernah ditinggalkan. Guru selalu mengelola ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas maksudnya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondosif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran yang efektif dan efisien.

Teknik-teknik pengelolaan kelas dapat digolongkan ke dalam teknik preventif dan tekhnik kuratif. Teknik preventif adalah teknik untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Sedangkan teknik kuratif adalah tekhnik untuk mengurangi tingkah laku siswa yang mengganggu kegiatan kegiatan belajar mengajar.

Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan, secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah :

“Penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas, fasilitas yang ddisediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa.”

Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan perilaku anak didik adalah :

1)      Kurang kesatuan misalnya dengan adanya kelompok-kelompok klik-klik dan pertentangan jenis kelamin.

2)      Tidak ada standar prilaku dalam bekerja kelompok. Misalnya : ribut, bercakap-cakap, pergi ke ana kemari, dan sebagainya.

3)        Reaksi negatif terhadap anggota dalam bekerja kelompok, misalnya: ribut, bermusuhan, mengucilkan dan merendahkan kelompok bodoh.

4)        Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannnya, menerima, mendorong perilaku anak didik yang keliru.

5)        Mudah mereaksi ke hal-hal negatif/ terganggu, misalnya: bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.

6)        Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya: dalam lembaga yang alat-alat belajarnya kurang, kekurangan uang, dan lain-lain.

7)      Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru dan sebagainya.

Beberapa prinsip-prinsip penggunaan keterampilan pengelolaan kelas, antara lain:

1)      Kehangatan dan keantusiasan

2)      Tantangan

3)      Bervariasi

4)      Penekanan pada hal-hal yang positif

5)      Penekanan disiplin diri


DAFTAR PUSTAKA

 

Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik, Jakarta: PT Rineka Cipta,2000

________, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Surabaya: PT Rineka Cipta,

________, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: PT Rineka Cipta,

Fathurrahman, Pupuh. Strategi Belajar Mengajar , Bandung: PT  Refika Aditama, 2007

Hasibuan, J.J. dkk., Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rohani, Ahmad. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)

Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta: Quantum Teaching, 2005

 

 


[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Surabaya: PT Rineka Cipta,           ), hlm. 173-175

[2] J.J. Hasibuan dkk., Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,           ), hlm. 179-180

[3] Syaiful Bahri dkk., Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Rineka Cipta,         ), hlm. 177-178

[4] Ibid

[5] Ahmad Rohani, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 142

[6] Pupuh Fathurrahman, Strategi Belajar Mengajar , (Bandung: PT  Refika Aditama, 2007), hlm. 105

[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2000), hlm. 144

[8] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 89

METODE PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

A.  Pendahuluan

Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran pada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun secara kelompok. Agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.

Belajar mengajar sebagai suatu kegiatan, seiring dengan adanya makhluk manusia di muka bumi ini, sejak semula kegiatan belajar mengajar ini telah dilakukan oleh manusia bahkan dalam batas-batas tertentu juga hewan, dalam upaya membimbing anak keturunannya agar berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Metode Pembelajaran

Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan, ketika berfikir informasi dan kompetensi apa yang dimaksud oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efesien. Ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap guru, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Seorang guru dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang dilakukannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari nilai proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.[1]

Banyak defenisi mengenai metode pembelajaran ini yang dijumpai dalam berbagai literatur Muhammad Atiyah Al-Abrasyi, mendefenisikan “jalan yang harus diikuti untuk memberikan kefahaman bagi peserta didik segalam macam pelajaran dalam segala mata pelajaran”.

Dari berbagai defenisi mengenai metode pembelajaran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan dalam kalimat pendek bahwa metode ialah jalan atau cara-cara yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.[2]

2.      Metode Pembelajaran Konvensional

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvesional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:

  1. Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
  2. Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.[3]

    3.      Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional

Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:

  1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
  2. Belajar secara individual
  3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
  4. Perilaku dibangun atas kebiasaan
  5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
  6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
  7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
  8. Interaksi di antara siswa kurang
  9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pengajaran model ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:

  1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
  2. Menyampaikan informasi dengan cepat
  3. Membangkitkan minat akan informasi
  4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
  5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

  1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan
  2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari
  3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu
  4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
  5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.[4]

    4.      Ciri-ciri Umum Metode yang Baik

Setiap guru yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada pilihan metode. Banyak macam metode yang bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar, namun tidak semua metode bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar. Dan tidak semua pula metode dikatakan jelek. Kebaikan suatu metode terletak pada ketatapan memilih sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Omar Muhammad Al-Toumi mengatakan terdapat beberapa ciri dari sebuah metode yang baik untuk pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

  1. Berpadunya metode suatu tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran akhlak islami yang mulia.
  2. Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya sesuai dengan watak siswa dan materi siswa pada kemampuan praktis.
  3. Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan mengantarkan siswa pada kemampuan praktis.
  4. Tidak mereduksi materi tapi bahkan mengembangkan materi.
  5. Memberikan keleluasaan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya.
  6. Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat dan terhormat dalam keseluruhan pembelajaran.[5]

    5.      Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Menurut Ujang Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Sedangkan menurut Philip R. Wallace, pendekatan pembelajaran dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi muri-muridnya.
  2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
  3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
  4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa terabaikan.[6]

Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.[7]

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, dimana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.

Memang, model pembelajaran konvensional ini tidak harus kita tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan dipergunakan.[8]

6.      Macam-macam Metode

Ada beberapa macam metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya:

  1. Metode Ceramah

Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta mencatat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru-guru. Dalam metode ceramah ini peranan utama adalah guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah bergantung pada guru tersebut.[9]

  1. Metode Tanya Jawab

Metode ini adalah metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan siswa menjawab tentang bahan metari yang ingin diperolehnya. Metode ini layak dipakai bila dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah lalu, sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran, untuk merangsang siswa agar perhatian mereka lebih terpusat pada masalah-masalah yang sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan proses berfikir siswa.

  1. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan alat peraga (meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu kepada siswa.[10]

Sedangkan di karangan Prof. Dr. Made Pidarta, demonstrasi adalah suatu alat peraga atau media pengajaran yang dipakai bermacam-macam bergantung kepada materi yang akan didemonstrasikan.[11]

  1. Metode Kerja Kelompok

Istilah kerja kelompok mengandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas di bagi ke dalam beberapa kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama.

  1. Metode Karyawisata

Metode ini adalah suatu metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak para siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Dan metode ini memiliki kelebihan, seperti memberi perhatian lebih jelas dengan peragaan langsung, mendorong anak mengenal lingkungan dan tanah airnya.[12]

Kemudian, jika dilihat secara garis besarnya, metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni:

    1. Metode mengajar konvensional

Metode ini adalah metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional.

    1. Metode mengajar inkonvensional

Metode ini adalah suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar modul, berprogram, pengajaran unit, masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan dibeerapa sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guru-guru yang ahli menanganinya.[13]

7.      Tujuan Metode Pengajaran

Untuk menguraikan tujuan metode pengajaran, dikemukakan oleh Omar Muhammad Al-Taumy yang dikutip Ramayulis sebagai berikut:

  1. Menolong pelajar untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sikapnya.
  2. Membiasakan siswa menghafal, memahami, berfikiran sehat, memperlihatkan dengan tepat, mengamati dengan tepat, rajin, sabar dan teliti dalam menuntut ilmu.
  3. Memudahkan proses pengajaran itu bagi pelajar dan membuatnya mencapai sebanyak mungkin tujuan yang diinginkannya.
  4. Menciptakan suasana yang sesuai dengan pengajaran yang berlaku, sifat percaya-mempercayai dan hormat-menghormati antara guru dan murid serta hubungan baik antara keduanya.[14]

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. Abu, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Pidarta. Made, Cara Belajar Mengajar di Universitas Negara Maju, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Rostiya, Didaktik Metodik, Jakarta: Bina Aksara, 1989.

Usman. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002.

Wijaya. Wina,  Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2008.

http://www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.

http://www.gogle.co.id,http://sunartobs.wordpress.com/2009/03/02.

http://www.google.co.id.http//warpalah edukasi. Kompasiana.com/2009/12/20.

http://www.google.co.id.http://forum.um.ac.id/index.php.

Yusuf. Tayar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.


[1]Wina Wijaya,  Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 101.

[2]Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 32.

[3]http://www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.

[4]Ibid.

[5]Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 52.

[7]http://www.google.co.id.http//warpalah edukasi. Kompasiana.com/2009/12/20.

[9]Abu Ahmadi, Op.Cit, hlm. 53.

[10]Tayar Yusuf, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 49.

[11]Made Pidarta, Cara Belajar Mengajar di Universitas Negara Maju, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 64.

[12]Rostiya, Didaktik Metodik, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 83-84.

[13]Basyiruddin Usman, Log.Cit, hlm. 33.

[14]Rostiya, Op.Cit, hlm. 3-4.

METODE PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

A. Pendahuluan

Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran pada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun secara kelompok. Agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.

Belajar mengajar sebagai suatu kegiatan, seiring dengan adanya makhluk manusia di muka bumi ini, sejak semula kegiatan belajar mengajar ini telah dilakukan oleh manusia bahkan dalam batas-batas tertentu juga hewan, dalam upaya membimbing anak keturunannya agar berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

B.     Pembahasan

1.      Pengertian Metode Pembelajaran

Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan, ketika berfikir informasi dan kompetensi apa yang dimaksud oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efesien. Ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap guru, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Seorang guru dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang dilakukannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari nilai proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.[1]

Banyak defenisi mengenai metode pembelajaran ini yang dijumpai dalam berbagai literatur Muhammad Atiyah Al-Abrasyi, mendefenisikan “jalan yang harus diikuti untuk memberikan kefahaman bagi peserta didik segalam macam pelajaran dalam segala mata pelajaran”.

Dari berbagai defenisi mengenai metode pembelajaran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan dalam kalimat pendek bahwa metode ialah jalan atau cara-cara yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.[2]

2.      Metode Pembelajaran Konvensional

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvesional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:

  1. Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
  2. Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.[3]

3.      Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional

Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:

  1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
  2. Belajar secara individual
  3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
  4. Perilaku dibangun atas kebiasaan
  5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
  6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
  7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
  8. Interaksi di antara siswa kurang
  9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pengajaran model ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:

  1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
  2. Menyampaikan informasi dengan cepat
  3. Membangkitkan minat akan informasi
  4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
  5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

  1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan
  2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari
  3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu
  4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
  5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.[4]

    4.      Ciri-ciri Umum Metode yang Baik

Setiap guru yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada pilihan metode. Banyak macam metode yang bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar, namun tidak semua metode bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar. Dan tidak semua pula metode dikatakan jelek. Kebaikan suatu metode terletak pada ketatapan memilih sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Omar Muhammad Al-Toumi mengatakan terdapat beberapa ciri dari sebuah metode yang baik untuk pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

  1. Berpadunya metode suatu tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran akhlak islami yang mulia.
  2. Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya sesuai dengan watak siswa dan materi siswa pada kemampuan praktis.
  3. Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan mengantarkan siswa pada kemampuan praktis.
  4. Tidak mereduksi materi tapi bahkan mengembangkan materi.
  5. Memberikan keleluasaan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya.
  6. Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat dan terhormat dalam keseluruhan pembelajaran.[5]

    5.      Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Menurut Ujang Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Sedangkan menurut Philip R. Wallace, pendekatan pembelajaran dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi muri-muridnya.
  2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
  3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
  4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa terabaikan.[6]

Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.[7]

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, dimana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.

Memang, model pembelajaran konvensional ini tidak harus kita tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan dipergunakan.[8]

6.      Macam-macam Metode

Ada beberapa macam metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya:

  1. Metode Ceramah

Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta mencatat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru-guru. Dalam metode ceramah ini peranan utama adalah guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah bergantung pada guru tersebut.[9]

  1. Metode Tanya Jawab

Metode ini adalah metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan siswa menjawab tentang bahan metari yang ingin diperolehnya. Metode ini layak dipakai bila dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah lalu, sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran, untuk merangsang siswa agar perhatian mereka lebih terpusat pada masalah-masalah yang sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan proses berfikir siswa.

  1. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan alat peraga (meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu kepada siswa.[10]

Sedangkan di karangan Prof. Dr. Made Pidarta, demonstrasi adalah suatu alat peraga atau media pengajaran yang dipakai bermacam-macam bergantung kepada materi yang akan didemonstrasikan.[11]

  1. Metode Kerja Kelompok

Istilah kerja kelompok mengandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas di bagi ke dalam beberapa kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama.

  1. Metode Karyawisata

Metode ini adalah suatu metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak para siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Dan metode ini memiliki kelebihan, seperti memberi perhatian lebih jelas dengan peragaan langsung, mendorong anak mengenal lingkungan dan tanah airnya.[12]

Kemudian, jika dilihat secara garis besarnya, metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni:

    1. Metode mengajar konvensional

Metode ini adalah metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional.

    1. Metode mengajar inkonvensional

Metode ini adalah suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar modul, berprogram, pengajaran unit, masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan dibeerapa sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guru-guru yang ahli menanganinya.[13]

7.      Tujuan Metode Pengajaran

Untuk menguraikan tujuan metode pengajaran, dikemukakan oleh Omar Muhammad Al-Taumy yang dikutip Ramayulis sebagai berikut:

  1. Menolong pelajar untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sikapnya.
  2. Membiasakan siswa menghafal, memahami, berfikiran sehat, memperlihatkan dengan tepat, mengamati dengan tepat, rajin, sabar dan teliti dalam menuntut ilmu.
  3. Memudahkan proses pengajaran itu bagi pelajar dan membuatnya mencapai sebanyak mungkin tujuan yang diinginkannya.
  4. Menciptakan suasana yang sesuai dengan pengajaran yang berlaku, sifat percaya-mempercayai dan hormat-menghormati antara guru dan murid serta hubungan baik antara keduanya.[14]

C.    Kesimpulan

Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan. Ketika berfikir informasi dan kompetensi apa yang dimaksud oleh siswa, maka pada saat itu juga kita mestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efesien.

Secara garis besar, metode mengajar dapat dibagi menjdi dua yaitu:

  1. Metode mengajar konvensional
  2. Metode mengajar inkonvesional

Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, dimana model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya.

Beberapa macam metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran diantaranya:

  1. Metode ceramah
  2. Metode tanya jawab
  3. Metode demostrasi
  4. Metode kerja kelompok
  5. Metode karyawisata

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. Abu, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Pidarta. Made, Cara Belajar Mengajar di Universitas Negara Maju, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Rostiya, Didaktik Metodik, Jakarta: Bina Aksara, 1989.

Usman. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002.

Wijaya. Wina,  Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2008.

http://www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.

http://www.gogle.co.id,http://sunartobs.wordpress.com/2009/03/02.

http://www.google.co.id.http//warpalah edukasi. Kompasiana.com/2009/12/20.

http://www.google.co.id.http://forum.um.ac.id/index.php.

Yusuf. Tayar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.


[1]Wina Wijaya,  Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 101.

[2]Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 32.

[3]http://www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.

[4]Ibid.

[5]Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 52.

[7]http://www.google.co.id.http//warpalah edukasi. Kompasiana.com/2009/12/20.

[9]Abu Ahmadi, Op.Cit, hlm. 53.

[10]Tayar Yusuf, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 49.

[11]Made Pidarta, Cara Belajar Mengajar di Universitas Negara Maju, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 64.

[12]Rostiya, Didaktik Metodik, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 83-84.

[13]Basyiruddin Usman, Log.Cit, hlm. 33.

[14]Rostiya, Op.Cit, hlm. 3-4.

Halo dunia!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.